BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas
Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membran kertas
perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi
sedangkan kanji, gelatin, dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak
berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi tersebut disebut koloid.
Tahun 1907, Ostwald, mengemukakan istilah sistem terdispersi bagi zat
yang terdispersi dalam medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase terdispersi
adalah zat terlarut, sedangkan medium pendispersi adalah zat
pelarut. Sistem koloid termasuk salah satu sistem dispersi. Sistem dispersi
lainnya adalah larutan dan suspensi. Larutan merupakan sistem
dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan
antara partikel dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi merupakan sistem
dispersi dengan partikel berukuran besar dan tersebar merata dalam medium
pendispersinya . Sistem Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya
terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara makroskopis
koloid tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat heterogen. Campuran
koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring. Ukuran partikel koloid
terletak antara 1 nm-10 nm.
Koloid
merupakan campuran 2 fase yang terdiri dari fase terdispersi dan medium
pendispersi. Fase terdispersi merupakan zat yang didispersikan dan bersifat
diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium untuk mendispersikan disebut
medium pendispersi dan bersifat kontinu.
Sistem koloid merupakan bentuk campuran dari dua atau lebih suatu bentuk
campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran
partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek
Tyndall (adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar).
Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya
gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi
pengendapan. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki
oleh campuran biasa (suspensi).
Sistem
koloid berhubungan dengan proses – proses di alam yang mencakup berbagai bidang.
Hal itu dapat kita perhatikan di dalam tubuh makhluk hidup, yaitu makanan yang
kita makan (dalam ukuran besar) sebelum digunakan oleh tubuh. Namun lebih
dahulu diproses sehingga berbentuk koloid. Juga protoplasma dalam sel – sel
makhluk hidup merupakan suatu koloid sehingga proses – proses dalam sel
melibatkan sitem koloid.
Dalam
kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan
campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/
homogen. Misalnya saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu
bercampur secara merata dengan air panas. Kemudian, es krim yang biasa
dikonsumsi oleh orang mempunyai rasa yang beragam, es krim tersebut haruslah
disimpan dalam lemari es agar tidak meleleh. Kesemuanya merupakan contoh
koloid.
Udara
mengandung juga sistem koloid, misalnya polutan padat yang terdispersi
(tercampur) dalam udara, yaitu asap dan debu. Juga air yang terdispersi dalam
udara yang disebut kabut merupakan sistem koloid. Mineral – mineral yang
terdispersi dalam tanah, yang dibutuhkan oleh tumbuh – tumbuhan juga merupakan
koloid. Penggunaan sabun untuk mandi dan mencuci berfungsi untuk membentuk
koloid antara air dengan kotoran yang melekat (minyak). Campuran logam selenium
dengan kaca lampu belakang mobil yang menghasilkan cahaya warna merah merupakan
sistem koloid.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
·
Apa pengertian sistem koloid ?
·
Apakah jenis-jenis koloid ?
·
Bagaimanakah sifat-sifat koloid ?
·
Bagaimanakah pembuatan koloid?
·
Apakah kegunaan koloid?
1.3
TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisannya adalah
sebagai berikut
·
Mengetahui
pengertian sistem koloid
·
Mengetahui
jenis-jenis koloid
·
Mengetahui
apa saja sifat-sifat koloid
·
Mengetahui
cara pembuatan koloid
·
Mengetahui
apa saja kegunaan koloid
1.4 BATASAN MASALAH
Makalah
ini hanya membahas tentang sistem koloid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SISTEM KOLOID
Sistem Koloid adalah suatu campuran
zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel
zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara
merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Ukuran partikel koloid
berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang,
lebar, maupun tebal dari suatu partikel.
Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari
serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat
banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid
atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu
fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi
berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm. Zat yang terdispersi di sebut fase terdispersikan, sedangkan medium
yang di gunakan untuk mendispersikan di sebut medium dispersi.
Sifat antara larutan, koloid, dan suspensi memiliki beberapa
perbandingan.Beberapa perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut .
TABEL 1. PERBEDAAN LARUTAN, SISTEM KOLOID, dan
SUSPENSI
Sifat
|
Sistem Dispersi
|
||
Larutan
|
Koloid
|
Suspensi
|
|
Bentuk campuran
|
Homogen
|
Homogen
|
Heterogen
|
Bentuk dispersi
|
Dispersi molekuler
|
Dispersi Padatan
|
Dispersi padat
|
Penulisan
|
A(aq)
|
A(s)
|
A(s)
|
Ukuran diameter
partikel
|
Cm
|
̶ cm
|
> cm
|
Pemeriksaan mikroskop
|
Tetap homogen dengan mikroskop ultra
|
Heterogen dengan mikroskop ultra
|
Dengan mata biasa heterogen
|
Penyaringan
|
Tidak dapat disaring dengan penyaring apapun
|
Dapat disaring dengan penyaring ultra
|
Dapat disaring dengan kertas saring biasa
|
Warna dispersi
|
Jernih
|
Tidak jernih
|
Tidak jernih
|
Contoh
|
Larutan gula, larutan garam, larutan alkohol.
|
Campuran air gengan susu, santan, dll.
|
Campuran tepung terigu dengan dengan air.
|
Jumlah Fase
|
Satu fase
|
Dua Fase
|
Dua Fase
|
Sistem koloid tersusun
dari fase terdispersi yang tersebar merata dalam medium pendispersi. Fase
terdispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas.
2.2 JENIS-JENIS
KOLOID
Sistem koloid adalah campuran yang
heterogen. Telah diketahui bahwa terdapat tiga fase zat, yaitu padat, cair, dan
gas. Dari ketiga fasa zat ini dapat dibuat sembilan kombinasi campuran fase
zat, tetapi yang dapat membentuk sistem koloid hanya delapan.
Kombinasi campuran fase gas dan fase
gas selalu menghasilkan campuran yang homogen (satu fase) sehingga tidak dapat
membentuk sistem koloid.
1. Sistem Koloid Fase Padat-Cair
(Sol)
Sistem koloid fase padat-cair
disebut sol. Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa zat padat dan fase
pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel. Berikut contoh-contoh
sistem koloid fase padat-cair.
a. Agar-agar
Padatan agar-agar yang terdispersi
di dalam air panas akan menghasilkan sistem koloid yang disebut sol. Jika
konsentrasi agar-agar rendah, pada keadaan dingin sol ini akan tetap berwujud
cair. Sebaliknya jika konsentrasi agar-agar tinggi pada keadaan dingin sol akan
menjadi padat dan kaku. Keadaan seperti ini disebut gel.
b. Pektin
Pektin adalah tepung yang diperoleh
dari buah pepaya muda, apel, dan kulit jeruk. Jika pektin didispersikan di
dalam air, terbentuk suatu sol yang kemudian memadat sehingga membentuk gel.
Pektin biasa digunakan untuk pembuatan selai.
c. Gelatin

d. Cairan Kanji
Tepung kanji yang dilarutkan di
dalam air dingin akan membentuk suatu suspensi. Jika suspensi dipanaskan akan
terbentuk sol, dan jika konsentrasi tepung kanji cukup tinggi, sol tersebut
akan memadat sehingga membentuk gel. Suatu gel terbentuk karena fase
terdispersi mengembang, memadat dan menjadi kaku.
e. Air sungai (tanah terdispersi di dalam medium
air).
f. Cat tembok dan tinta (zat warna terdispersi di
dalammedium air).
g. Cat kayu dan cat besi (zat warna terdispersi
di dalam pelarut organik).
h. Gel kalsium asetat di dalam alkohol.
i. Sol arpus (damar).
j. Sol emas, sol Fe(OH)3, sol Al(OH)3, dan sol
belerang.
2.
Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)

3. Sistem Koloid Fase Padat-Gas
(Aerosol Padat)
Sistem
koloid fase padat-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase
pendispersi berupa gas. Asap merupakan partikel padat yang terdispersi di dalam
medium pendispersi berupa gas (udara). Partikel padat di udara disebut
partikulat padat. Sistem dispersi zat padat dalam medium pendispersi gas
disebut aerosol padat. Sebenarnya istilah, aerosol lazim digunakan untuk
menyatakan sistem dispersi zat cair di dalam medium gas sehingga tidak perlu
disebut aerosol cair.
4. Sistem Koloid Fase Cair-Gas
(Aerosol)
Sistem koloid fase cair-gas
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase pendispersi berupa
gas. Contoh sistem koloid ini adalah kabut dan awan. Partikel-partikel zat cair
yang terdispersi di udara (gas) disebut partikulat cair.
Contoh aerosol adalah hairspray,
obat nyamuk semprot, parfum (body spray), cat semprot dan lain-lain. Pada
produk-produk tersebut digunakan zat pendorong (propellant) berupa senyawa
klorofluorokarbon (CFC).
5. Sistem Koloid Fase Cair-Cair
(Emulsi)
Sistem koloid fase cair-cair
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi yang
juga berupa cairan. Campuran yang terbentuk bukan berupa larutan, melainkan
bersifat heterogen. Misalnya campuran antara minyak dan air. Air yang bersifat
polar tidak dapat bercampur dengan minyak yang bersifat nonpolar. Untuk dapat
“mendamaikan” air dan minyak, harus ada zat “penghubung” antara keduanya. Zat
penghubung ini harus memiliki gugus polar (gugus yang dapat larut di dalam air)
dan juga harus memiliki gugus nonpolar (gugus yang dapat larut di dalam minyak)
sehingga zat penghubung tersebut dapat bercampur dengan air dan dapat pula
bercampur dengan minyak.
Sistem koloid cair-cair disebut
emulsi. Zat penghubung yang menyebabkan pembentukan emulsi disebut emulgator
(pembentuk emulsi). Jadi, tidak ada emulsi tanpa emulgator. Contoh zat
emulgator, yaitu sabun, detergen, dan lesitin. Minyak dan air dapat bercampur
jika ditambahkan emulgator berupa sabun atau deterjen. Oleh karena itu, untuk
menghilangkan minyak yang menempel pada tangan atau pakaian digunakan sabun
atau deterjen, yang kemudian dibilas dengan air.
Susu, air santan, krim, dan lotion
merupakan beberapa emulsi yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Susu murni
(dalam bentuk cair) merupakan contoh bentuk emulsi alami karena di dalam susu
murni telah terdapat emulgator alami, yaitu kasein. Di dalam industri makanan,
biasanya susu murni diolah menjadi susu bubuk. Susu bubuk yang terbentuk
menjadi sukar larut dalam air, kecuali dengan menggunakan air panas. Oleh
karena itu, digunakan zat emulgator yang berupa lesitin sehingga susu bubuk
tersebut dapat mudah larut dalam air, sekalipun hanya dengan menggunakan air
dingin. Susu bubuk yang dicampur dengan zat emulgator dikenal dengan istilah
susu bubuk instant. Contoh lain emulsi adalah krim (emulsi yang berbentuk
pasta), dan lotion (emulsi yang berbentuk cairan kental atau krim yang encer).
Sistem emulsi banyak digunakan dalam
berbagai industri seperti berikut.
a. Industri kosmetik: dalam bentuk
berbagai krim untuk perawatan kulit, dan berbagai lotion yang berasal dari
minyak, serta haircream (minyak rambut).
b. Industri makanan: dalam bentuk es
krim dan mayones.
c. Industri farmasi: dalam bentuk
berbagai krim untuk penyakit kulit, sirup, minyak ikan, dan lain-lain.
Mayones terbuat dari minyak
tumbuh-tumbuhan (minyak jagung atau minyak kedelai) dan air. Pada mayones ini
digunakan kuning telur sebagai zat emulgator.
6. Sistem Koloid Fase Cair-Padat
(Emulsi Padat)
Sistem koloid fase cair-padat
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa
zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi padat. Sebenarnya, istilah emulsi
hanya digunakan untuk sistem koloid fase cair-cair. Jadi, emulsi berarti sistem
koloid fase cair-cair (tidak ada istilah emulsi cair). Contoh emulsi padat,
yaitu keju, mentega, dan mutiara.
7. Sistem Koloid Fase Gas-Cair
(Busa)
Sistem koloid fase gas-cair
terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat
cair. Di dalam busa sabun terdapat rongga yang terlihat kosong. Busa sabun
merupakan fase gas dalam medium cair. Contoh-contoh zat yang dapat menimbulkan
busa atau buih, yaitu sabun, deterjen, protein, dan tanin.
Pada proses pencucian, busa yang
ditimbulkan oleh sabun atau deterjen dapat mempercepat proses penghilangan
kotoran. Busa atau buih pada zat pemadam api berfungsi memperluas jangkauan
(voluminous) dan mengurangi penguapan air. Pada proses pemekatan bijih logam,
sengaja ditimbulkan busa agar zat-zat pengotor dapat terapung di dalam busa
tersebut.
Di dalam suatu proses industri
kimia, misalnya proses fermentasi, kadang-kadang pembentukan busa tidak
diinginkan sehingga dilakukan penambahan zat antibusa (antifoam), seperti
silikon, eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
8. Sistem Koloid Fase Gas-Padat
(Busa Padat)
Sistem koloid fase gas-padat
terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat
padat, yang dikenal dengan istilah busa padat, sedangkan dispersi gas dalam
medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair. Di dalam kehidupan
sehari-hari, anda dapat menemui busa padat yang dikenal dengan istilah karet
busa dan batu apung. Pada kedua contoh busa padat ini terdapat rongga atau
pori-pori yang dapat diisi oleh udara.
2.3 SIFAT-SIFAT KOLOID
a. Efek Tyndall

Jika intensitas cahaya yang dihamburkan berbanding
lurus dengan frekuensi, maka pada waktu siang hari ketika matahari melintas di
atas kita frekuensi paling tinggi (warna biru) yang banyak dihamburkan,
sehingga kita melihat langit berwarna biru. Sedangkan ketika matahari terbenam,
hamburan frekuensi rendah (warna merah) lebih banyak dihamburkan,
sehingga kita melihat langit berwarna jingga atau merah.
Gejala efek tyndall yang dapat diamati dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai berikut:
·
Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
·
Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang
berasap dan berdebu
·
Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada
pagi yang berkabut
b. Gerak Brown

Gerak ini
merupakan gerak patah-patah (zig-zag) partikel koloid yang terus menerus dan
hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai akibat tumbukan
yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid.Gerak
Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan medium
pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar dengan
arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendek.
Gerak Brown
kali pertama diamati pada 1827 oleh Robert Brown (1773-1858), seorang ahli
Biologi berkebangsaan Inggris pada saat mengamati serbuk sari. Fenomena ini
dijelaskan oleh Albert Einstein (1879-1955) pada 1905. Menurut Einstein, suatu
partikel mikroskopis (hanya dapat diamati dengan mikroskop) yang melayang dalam
suatu medium pendispersi akan menunjukkan suatu gerak acak atau gerak zig-zag.
Gerakan ini disebabkan oleh medium pendispersi yang menabrak partikel terdispersi
dari berbagai sisi dalam jumlah yang tidak sama untuk setiap sisi.
Arah gerak
partikel koloid bergantung pada jumlah partikel medium pendispersi yang
menabrak. Jika jumlah partikel pendispersi yang menabrak dari arah bawah
banyak, partikel koloid akan bergerak ke atas. Jika jumlah partikel pendispersi
yang menabrak dari kiri bawah banyak, partikel koloid bergerak ke kanan atas.
Setiap gerak disertai getaran karena di sisi lain ada tabrakan dari medium
pendispersi, tetapi jumlah molekul medium pendispersi ini sedikit. Gerak
zig-zag akibat tabrakan dari partikel pendispersi menyebabkan sistem koloid
tetap stabil, tetap homogen, dan tidak mengendap.
Gerak Brown
merupakan faktor penyebab stabilnya partikel koloid dalam medium dispersinya.
Gerak brown yang terus menerus dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga
partikel koloid tidak mengalami sedimentasi (pengendapan).
c. Elektroforesis


d. Adsorpsi

Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau
muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu partikel koloid bermuatan
listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol
Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan
positif dan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga
bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan antara
lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit (tablet yang
terbuat dari karbon aktif) dan dalam proses penjernihan air dengan penambahan tawas.
e. Koagulasi

Beberapa contoh peristiwa koagulasi dalam kehidupan
sehari-hari adalah:
·
Pembentukan delta di muara sungai karena koloid tanah
liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit
dalam air laut.
·
Karet dalam latek digumpalkan dengan menambahkan asam
formiat
·
Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan
dengan menambahkan tawas
·
Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat
koagulasi listrik dari cottrel.
f. Koloid
Pelindung

Ada koloid yang bersifat melindungi koloid lain supaya
tidak mengalami koagulasi. Koloid semacam ini disebut koloid pelindung. Koloid
pelindung ini membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain
sehingga melindungi muatan koloid tersebut. Koloid pelindung ini akan
membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok.
Contoh pemanfaatan koloid pelindung adalah sebagai
berikut:
- Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan Kristal besar atau gula
- Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung.
- gelatin yang merupakan koloid padatan dalam medium air. Gelatin biasa digunakan pada pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang kasar sehingga diperoleh es krim yang lebih lembut.
g. Dialisis
Dialisis
adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi
sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari
ion-ion yang tidak diinginkan.
Pada proses
dialisis, koloid yang mengandung ion-ion dimasukkan ke dalam kantung penyaring,
kemudian dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air). Ion-ion dapat keluar
melewati penyaring sehingga partikel koloid terbebas dari ion-ion. Kantung
penyaring merupakan selaput semipermeabel yang hanya dapat dilewati ion dan
air, tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid.
Proses
dialisis juga terjadi dalam metabolisme tubuh. Ginjal berfungsi sebagai
penyaring semipermeabel. Cairan hasil metabolisme di dalam darah mengandung-
butir-butir darah, air, dan urea. Urea merupakan racun bagi tubuh sehingga
harus dikeluarkan melalui air seni. Jika ginjal mengalami gangguan (gagal
ginjal), ginjal tidak dapat menyaring darah dan mengeluarkan urea yang bersifat
racun. Oleh karena itu, penderita gagal memerlukan proses “cuci darah”, yaitu
proses dialisis yang berfungsi menghilangkan urea dari darah.
2.4 CARA PEMBUATAN KOLOID
Pembuatan koloid dapat dilakukan
dengan dua cara. Pertama, menggabungkan molekul atau ion dari larutan (cara
kondensasi). Kedua, menghaluskan partikel suspensi, kemudian didispersikan ke
dalam suatu medium pendispersi (cara dispersi).
1. Cara Kondensasi
Cara kondensasi dilakukan melalui
reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, reaksi hidrolisis, reaksi
penggaraman, dan reaksi penjenuhan.
a. Reaksi
Redoks
Reaksi redoks merupakan reaksi
pembentukan partikel koloid melalui mekanisme perubahan bilangan oksidasi.
Perhatikan contoh-contoh berikut.
1) Pembuatan sol belerang dengan
mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) ke dalam larutan belerang dioksida
(SO2).
2H2S (g) + SO2(aq) → 3S(s) + 2H2O(l)
2) Pembuatan sol emas dengan cara
meraksikan larutan AuCl3 dan zat pereduksi formaldehid atau besi (II) sulfat.
2AuCl(aq) + 3HCOH(aq) + 3H2O(l) →
2Au(s) + 6HCl (aq) + 3HCOOH(aq)
atau
AUCl3(aq) + 3FeSO4(aq) → Au(s) +
Fe2(SO4)3(aq) + FeCl3 (aq)
b. Reaksi
Hidrolisis
Reaksi hidrolisis merupakan reaksi
pembentukan koloid dengan menggunakan pereaksi air. Misalnya, pembuatan sol
Al(OH)3 dan sol Fe(OH)3.
1) Pembuatan sol Al(OH)3 dari larutan AlCl3,
Al2(SO4)3, PAC atau tawas.
AlCl3(aq) +
3H2O(l) → Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
2) Pembuatan sol Fe(OH)3 dari
larutan FeCl3 dengan air panas.
FeCl3(aq) +
3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
c. Reaksi
Penggaraman
Garam-garam yang sukar larut dapat
dibuat menjadi koloid melalui reaksi pembentukan garam. Untuk menghindari
pengendapan biasanya digunakan suatu zat pemecah.
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s)
+NaNO3(aq)
Na2SO4(aq) + Ba(NO3)2(aq) → BaSO4(s)
+ 2NaNO3(aq)
d.
Penjenuhan Larutan
Pembuatan kalsium asetat merupakan
contoh pembuatan koloid dengan cara penjenuhan larutan ke dalam larutan jenuh
kalsium asetat dalam air. Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan pelarut
alkohol sehingga akan menghasilkan koloid berupa gel. Kalsium asetat bersifat
mudah larut dalam air, namun sukar larut dalam alkohol.
2. Cara Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara
dispersi dilakukan dengan cara mengubah partikel kasar (besar) menjadi partikel
koloid. Cara dispersi dapat dilakukan melalui cara mekanik (penggerusan), cara
busur Bredig, dan cara peptisasi (pemecahan).
a. Cara
Mekanik
Cara mekanik merupakan cara fisik
mengubah partikel kasar menjadi partikel halus. Partikel kasar digiling dengan
alat coloid mill sehingga diperoleh ukuran partikel yang diinginkan.
Selanjutnya, partikel halus ini didispersikan ke dalam suatu medium
pendispersi. Proses penggilingan dapat juga dilakukan di dalam medium pendispersi.
b. Cara
Busur Bredig
Proses pembuatan koloid dengan cara
busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam. Pada proses ini, logam yang
akan dibuat sol digunakan sebagai elektrode dihubungkan dengan arus listrik.
Uap logam yang terjadi akan terdispersi ke dalam medium pendispersi sehingga
membentuk koloid.
c. Cara
Peptisasi
Pada cara peptisasi, partikel kasar
berupa endapan diubah menjadi partikel koloid dengan menggunakan elektrolit
yang mengandung ion sejenis zat pemecah. Berikut ini contoh-contoh peptisasi.
1) Endapan
Al(OH)3 dipeptisasi dengan AlCl3,
2) Endapan
NiS dipeptisasi dengan air, dan
3) Serat
selulosa asetat dipeptisasi dengan aseton.
d. Cara
Homogenisasi
Cara ini mirip dengan cara mekanik
dan biasanya digunakan untuk membuat emulsi. Dengan cara ini, partikel lemak
dihaluskan, kemudian didispersikan ke dalam medium air dengan penambahan
emulgator. Selanjutnya, emulsi yang terbentuk dimasukkan ke dalam alat
homogenizer. Caranya dengan melewatkan emulsi pada pori-pori dengan ukuran
tertentu sehingga diperoleh emulsi yang homogen.
2.5 KEGUNAAN KOLOID
a. Mengurangi
polusi udara

Asap dari
pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam
yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000
volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam
udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi
bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat
pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam
industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan
memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).
b.
Penggumpalan lateks
Getah karet
dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu
dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam merupakan zat padat yang
molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam terdispersi sebagai
partikel koloid dalam sol getah karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah
karet harus dikoagulasikan agar karet
Menggumpal dan terpisah dari medium
pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan
asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan
merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion
H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling
dan dicuci lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau
diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Untuk keperluan lain, misalnya
pembuatan balon dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan
dibiarkan dalam wujud cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol
lateks, getah karet dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang
bersifat basa melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang
bersifat asam sehingga sol tidak menggumpal.
c. Membantu
pasien gagal ginjal
Proses dialisis untuk memisahkan
partikel-partikel koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan
dialisator. Penerapan dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk
penderita gagal ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput
semipermiabel dengan demikian pada akhir proses pada kantung hanya
tersisa koloid saja. Dengan melakukan cuci- darah yang memanfaatkan
prinsip dialisis koloid, senyawa beracun seperti urea dan keratin dalam darah
penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah yang telah bersih kemudian
dimasukkan kembali ke tubuh pasien.
d.
Penjernihan air
Untuk memperoleh air bersih perlu
dilakukan upaya penjernihan air. Kadang-kadang air dari mata air seperti
sumur gali dan sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari.
Air permukaan perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat
dilakukan baik skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang
dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan
air itu dilakukan secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring
bahan-bahan yang tidak larut dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah
disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur
agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor
untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan
itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak terlebih
dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
![]() |
Untuk memperjelas tentang penjernihan air perhatikan gambar berikut:
Proses pengolahan air tergantung
pada mutu baku air (air belum diolah), namun pada dasarnya melalui 4
tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan
perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini
memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa
koloid tidak dapat diendapkan dengan cara itu.
Pada tahap kedua, setelah
suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi zat yang
dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium sulfat,
besi(II)sulfat, besi(III)klorida, dan klorinasi koperos
(FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian
koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk
menjadikan pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara
5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa
besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.
Pada tahap ketiga, air yang
telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang
telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air
tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih
terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir tersebut.
Pada tahap terakhir, air
jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan
untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit (kaporit) atau klorin (Cl2).
e.
Sebagai deodoran
Deodoran
mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi atau mengendapkan protein
dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi kerja kelenjer keringat
sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.
f. Sebagai
bahan makanan dan obat
Ada zat-zat
yang tidak larut dalam air sehingga harus dikemas dalam bentuk koloid sehingga
mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk kapsul.
g. Sebagai
bahan kosmetik
Ada berbagai
bahan kosmetik kosmetik berupa padatan, tetapi lebih baik digunakan dalam
bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat berupa koloid dengan tertentu.
h. Sebagai
bahan pencuci
Prinsip koloid juga digunakan dalam
proses pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau
detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan
mengemulsikan minyak dalam air sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau
minyak dapat dihilangkan dengan cara pembilasan dengan air.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
PENGERTIAN
SISTEM KOLOID
Sistem Koloid adalah suatu campuran
zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel
zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara
merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Ukuran partikel koloid
berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang,
lebar, maupun tebal dari suatu partikel.
JENIS-JENIS
KOLOID
a. Sistem
Koloid Fase Padat-Cair (Sol)
Sistem koloid fase padat-cair
disebut sol. Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa zat padat dan fase
pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel.
b.
Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)
Sistem koloid fase pada-padat
terbentuk dari fase terdispersi dan fase pendispersi yang sama-sama berwujud
zat padat sehingga dikenal dengan nama sol padat.
c. Sistem
Koloid Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)
Sistem koloid fase padat-gas
terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase pendispersi berupa gas.
d. Sistem
Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)
Sistem koloid fase cair-gas
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase pendispersi berupa
gas.
e. Sistem
Koloid Fase Cair-Cair (Emulsi)
Sistem koloid fase cair-cair
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi yang
juga berupa cairan.
f. Sistem
Koloid Fase Cair-Padat (Emulsi Padat)
Sistem koloid fase cair-padat
terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa
zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi padat
g. Sistem
Koloid Fase Gas-Cair (Busa)
Sistem koloid fase gas-cair
terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat
cair. Jika anda mengocok larutan sabun, akan timbul busa.
h. Sistem
Koloid Fase Gas-Padat (Busa Padat)
Sistem koloid fase gas-padat
terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat
padat, yang dikenal dengan istilah busa padat, sedangkan dispersi gas dalam
medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair.
Tabel jenis koloid

SIFAT-SIFAT
KOLOID
-
Efek
tyndall
Gejala
pemantulan dan pembauran cahaya oleh partikel dispersi sistem koloid.
-
Gerak
Brown
Gerak
Brown adalah gerak lurus partikel-partikel koloid yang arahnya tidak
menentu yang disebabkan oleh tumbukan dari molekul-molekul medium pendispersi
dengan partikel-partikel koloid
-
Elektroforesis
Elektroforesis adalah peristiwa bergeraknya
partikel-partikel koloid menuju elektrode.
-
Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa
pengendapan atau penggumpalan koloid. Koloid distabilkan oleh muatannya. Jika
muatan koloid dihilangkan, maka kestabilannya akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan koagulasi atau penggumpalan.
-
Adsorbsi
Adsorpsi adalah peristiwa di
mana suatu zat menempel pada permukaan zat lain, seperti ion H+ dan
OH- dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi,
minimum harus ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan
zat yang menarik disebut adsorban. Apabila terjadi penyerapan ion ada
permukaan partikel koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik yang
muatannya ditentukan oleh muatan ion-ion yang mengelilinginya.
-
Koloid
pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem
koloid yang ditambahkan pada sistem koloid lainnya agar diperoleh koloid yang
stabil.
-
Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan
partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi sehingga ion-ion tersebut dapat
dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-ion yang tidak diinginkan.
CARA
PEMBUATAN KOLOID
Pembuatan koloid dapat dilakukan
dengan dua cara. Pertama, menggabungkan molekul atau ion dari larutan (cara
kondensasi). Kedua, menghaluskan partikel suspensi, kemudian didispersikan ke
dalam suatu medium pendispersi (cara dispersi).
1. Cara
Kondensasi
Cara kondensasi dilakukan melalui
reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, reaksi hidrolisis, reaksi
penggaraman, dan reaksi penjenuhan.
a. Reaksi Redoks
Reaksi redoks merupakan reaksi
pembentukan partikel koloid melalui mekanisme perubahan bilangan oksidasi.
Perhatikan contoh-contoh berikut.
1) Pembuatan sol belerang dengan
mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) ke dalam larutan belerang
dioksida (SO2).
2H2S
(g) + SO2 (aq) → 3S(s) + 2H2O(l)
2) Pembuatan sol emas dengan cara
meraksikan larutan AuCl3 dan zat pereduksi formaldehid atau besi (II) sulfat.
2AuCl(aq) +
3HCOH(aq) + 3H2O(l) → 2Au(s) + 6HCl (aq) + 3HCOOH(aq)
atau
AuCl3(aq)
+ 3FeSO4(aq) → Au(s) + Fe2 (SO4)3(aq)
+ FeCl3 (aq)
b. Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis merupakan reaksi
pembentukan koloid dengan menggunakan pereaksi air. Misalnya, pembuatan sol
Al(OH) 3 dan sol Fe(OH) 3.
1) Pembuatan sol Al(OH) 3
dari larutan AlCl3, Al2(SO4) 3, PAC
atau tawas.
AlCl3
(aq) + 3H2O(l) → Al(OH) 3 (s) + 3HCl(aq)
2) Pembuatan sol Fe(OH)3
dari larutan FeCl3 dengan air panas.
FeCl3
(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH) 3 (s) + 3HCl(aq)
c. Reaksi Penggaraman
Garam-garam yang sukar larut dapat
dibuat menjadi koloid melalui reaksi pembentukan garam. Untuk menghindari
pengendapan biasanya digunakan suatu zat pemecah.
AgNO3 (aq) + NaCl(aq) →
AgCl(s) +NaNO3 (aq)
Na2SO4 (aq) +
Ba(NO3)2(aq) → BaSO4(s) + 2NaNO3 (aq)
d. Penjenuhan Larutan
Pembuatan kalsium asetat merupakan
contoh pembuatan koloid dengan cara penjenuhan larutan ke dalam larutan jenuh
kalsium asetat dalam air. Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan pelarut
alkohol sehingga akan menghasilkan koloid berupa gel. Kalsium asetat bersifat
mudah larut dalam air, namun sukar larut dalam alkohol.
2. Cara
Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara
dispersi dilakukan dengan cara mengubah partikel kasar (besar) menjadi partikel
koloid. Cara dispersi dapat dilakukan melalui cara mekanik (penggerusan), cara
busur Bredig, dan cara peptisasi (pemecahan).
a. Cara Mekanik
Cara mekanik merupakan cara fisik
mengubah partikel kasar menjadi partikel halus. Partikel kasar digiling dengan
alat coloid mill sehingga diperoleh ukuran partikel yang diinginkan.
Selanjutnya, partikel halus ini didispersikan ke dalam suatu medium
pendispersi. Proses penggilingan dapat juga dilakukan di dalam medium
pendispersi.
b. Cara Busur Bredig
Proses pembuatan koloid dengan cara
busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam. Pada proses ini, logam yang
akan dibuat sol digunakan sebagai elektrode dihubungkan dengan arus listrik.
Uap logam yang terjadi akan terdispersi ke dalam medium pendispersi sehingga
membentuk koloid.
c. Cara Peptisasi
Pada cara peptisasi, partikel kasar
berupa endapan diubah menjadi partikel koloid dengan menggunakan elektrolit
yang mengandung ion sejenis zat pemecah. Berikut ini contoh-contoh peptisasi.
1) Endapan
Al(OH)3 dipeptisasi dengan AlCl3
2) Endapan
NiS dipeptisasi dengan air, dan
3) Serat selulosa
asetat dipeptisasi dengan aseton.
d. Cara Homogenisasi
Cara ini mirip dengan cara mekanik
dan biasanya digunakan untuk membuat emulsi. Dengan cara ini, partikel lemak
dihaluskan, kemudian didispersikan ke dalam medium air dengan penambahan
emulgator. Selanjutnya, emulsi yang terbentuk dimasukkan ke dalam alat
homogenizer. Caranya dengan melewatkan emulsi pada pori-pori dengan ukuran
tertentu sehingga diperoleh emulsi yang homogen.
Kegunaan koloid
-
Mengurangi polusi udara
-
Penggumpalan lateks
-
Membantu pasien gagal ginjal
-
Penjernihan air
-
Sebagai deodoran
-
Sebagai bahan makanan dan
obat
-
Sebagai bahan kosmetik
-
Sebagai bahan pencuci
(sabun)
3.2 SARAN
Dalam penyusunan makalah ini kami
mohon masukan dan kritikan dari Bapak dosen agar kami menjadi lebih baik, karena dalam penyusunan
makalah ini kami mungkin banyak kata atau penulisan kata yang salah, sehingga
dengan adanya saran dari bapak/ibu dosen makalah ini dapat kami perbaiki dan
berguna bagi yang membacanya kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Atastina. Dkk. 2005. Kimiakoloid-suspensi-larutan http//www.
Google. Com. (2 desember 2012)
Banggali. T. 2004. Kimia Fisis. Makassar: Jurusan kimia
FMIPA UNM.
Kris. 2006. Sistem
Koloid , My stories . http//www. Yahoo. Com. (2 desember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar